Sifat sifat Allah SWT ada 3 jenis,
yaitu :
- Sifat Wajib, yaitu sifat-sifat yang pasti dimiliki oleh Allah SWT
- Sifat Mustahil, yaitu sifat yang tidak mungkin dimiliki oleh Allah
SWT
- Sifat Jaiz, yaiu sifat yang serba mungkin bagi Allah sesuai
dengan kehendak-Nya.
Sifat Wajib Allah SWT :
1. Allah SWT
bersifat wujud
Wuj-ud berarti ada. Lawannya adalah ‘adam ,
yang berarti tidak ada. Untuk membuktikan adanya Allah, antara lain bisa kita
lakukan dengan memerhatikan alam yang ada di sekitar kita. Semua benda,
manusia, binatang, langit, bumi, dan segala isinya tentu ada yang menciptakan.
Mustahil benda-benda itu muncul dengan sendirinya. Firman Allah:
Artinya: Dan Dialah yang telah menciptakan bagimu pendengaran,
penglihatan dan hati nurani, tetapi sedikit sekali kamu bersyukur. Dan Dialah
yang menciptakan dan mengembangbiakkan kamu di muka bumi ini dan kepada-Nyalah
kamu akan dikumpulkan. Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dialah
yang (mengatur) pergantian malam dan siang.Tidakkah kamu mengerti? (Q.S. al-Mu’min- un [23]: 78–80)
Allah
itu ada dengan Zat-Nya sendiri, mustahil bagi Allah jika Allah tidak ada.
Meskipun tidak kelihatan, Allah ada untuk selama-lamanya. Allah merupakan zat
gaib yang tidak dapat kita lihat dengan alat indra. Sesuatu yang tidak kelihatan
bukan berarti tidak ada. Contoh, nyawa. Setiap orang termasuk kamu pasti yakin
bahwa nyawa itu ada, walaupun belum pernah melihat bentuknya dan
merabanya.Begitu juga dengan udara. Semua itu ada dan pengaruhnya juga dapat
dirasakan
Keberadaan
alam semesta ini, dapat dilihat , diraba
dan dialami secara nyata dan pasti. Tentu akal mengakui, menetapkan
dan menerima bahwa , itu
semua tidak mungkin ada, kalau tidak ada yang menciptakannya. Tidak mungkin ada
mobil, rumah dan kue , jika
tidak ada yang membuatnya. Demikian juga manusia, tetumbuhan, gunung dan alam seisinya tidak
mungkin ada, jika tidak ada penciptanya. Pencipta tersebut
adalah Allah Ta’ala. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia
senantiasa zikir (ingat) kepada Allah Ta’ala pada setiap yang maujud (yang ada).
2. Allah
SWT bersifat Qidam ( Terdahulu )
Qid-am artinya dahulu. Lawannya adalah hudus artinya
baru. Allah tidak berpermulaan. Sesuatu yang memiliki permulaan, yaitu dari
tidak ada menjadi ada, berarti baru. Sesuatu yang baru berarti makhluk.
Sedangkan Allah bukan makhluk, melainkan Kh-aliq (Pencipta).
Firman Allah:
Artinya: Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin, dan
Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S.
al-Hadid [57]: 3)
Dahulunya
Allah tidak seperti dahulunya makhluk. Dahulunya makhluk itu ada permulaannya,
yaitu didahului oleh keadaan tidak ada, lalu menjadi ada. Sedangkan Allah,
tidak didahului oleh tidak ada lalu menjadi ada, tetapi sejak dahulu sudah ada
dan tanpa permulaan. Oleh karena itu, manusia tidak akan mampu memikirkan
kira-kira kapan Allah itu mulai ada. Sebab, Allah itu ada sebelum waktu itu
sendiri ada.
Alam semesta beserta isinya, ruang
dan waktu sebagai mana yang telah kita ketahui adalah, ciptaan
Allah Ta’ala. Maka menurut akal, sang pencipta {Allah Ta’ala} telah
lebih dahulu ada {qidam } sebelum ada ciptaan-NYA {makhluk }. Sangat mustahil jika ciptaan dahulu ada, dari
penciptanya. Maka patut bagi setiap mu’min untuk mengi’tiqadkan bahwa
senantiasa bersyukur kepada Allah Ta’ala yang telah menjadikannya menjadi
mu’min muslim dengan taufiqNya.
3. Allah SWT bersifat Baqa ( Kekal )
Baqa
– ‘ artinya kekal, abadi, dan langgeng
selamanya. Lawannya adalah fana. artinya rusak, binasa, dan
ada batas akhirnya. Semua ciptaan Allah mempunyai kelemahan, perubahan,
perkembangan, dan akhirnya musnah tidak ada lagi. Sifat-sifat makhluk tersebut
tidak kekal. Sedangkan Allah yang menciptakan makhluk akan tetap ada selama-lamanya,
sekalipun semua makhluk telah hancur binasa. Inilah makna dari sifat wajib bagi
Allah, yaitu baqa-’. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya:
Artinya: Semua yang ada di bumi itu akan binasa, tetapi wajah Tuhanmu
yang
memiliki kebesaran dan kemuliaan
tetap kekal. (Q.S. ar-Ra.hm-an [55]:
26–27)
Semua makhluk mengalami perubahan, binasa, fana dan berakhir. Menurut akal,pasti ada yang mengakhirinya atau yang
membinasakannya. Oleh karena itu, akal menemukan bahwa : ada Zat yang
kekal dan yang berkuasa untuk merubah dan membinasakan, Zat
tersebut adalah Zat Allah Ta’ala yang maha kekal, mustahil fana ,lenyap atau binasa. Maka patut bagi setiap mu’min
mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa ingat bahwasannya ia akan binasa (mati)
supaya ia bertaubat dan banyak beristighfar
4. Allah SWT bersifat Mukhalafatul
lil hawadisi ( berbeda dengan makhluk Nya )
Allah
memiliki sifat wajib mukha-lafatu lil-hawadisi, artinya
Allah berbeda dengan semua yang baru (makhluk). Sifat mustahilnya atau lawannya
adalah mumasalatu lil hawadisi. yang berarti mustahil bagi
Allah serupa dengan makhluk-Nya.Allah berbeda dengan makhluk-Nya
dalam semua hal, baik zat, sifat, perbuatan, ucapan, dan sebagainya. Sebagai
pencipta, Allah pasti berbeda dengan ciptaan-Nya. Sebagai contoh, seorang
pembuat pesawat tidak mungkin sama dengan pesawat yang dibuatnya. Pembuat meja,
kursi, papan tulis, dan sebagainya pasti tidak sama dengan benda-benda
ciptaannya itu.
Firman
Allah Ta’ala dalam Q.S.Asy-Syũro : 11.
لَـيْسَ
كَـمِثْـلِهِ شَـيْءٌ وَهُـوَ السَّـمِـيْـعُ الْعَـلِـيْـمُ
Artinya
: “ Tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai Allah Ta’ala. Dialah yang
Maha Mendengar dan Maha Mengetahui “.
Apabila Allah Ta’ala
menyerupai atau serupa dengan sesuatu pada ;Zat, sifat ataufi’il–Nya , maka
Allah Ta’ala tentu serupa dengan sesuatu itu. Sehingga pencipta dan ciptaan
menjadi sama, padahal yang demikian sangat mustahil dan
tidak masuk akal. Oleh karena itu, Allah Ta’ala sang pencipta alam ini, pasti
tidak serupa dengan segala yang baharu atau dengan kata lain, tidak
sama antara khalik dan makhluk. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan
bahwa ia senantiasa memperbanyak tasbih kepada Allah Ta’ala.
5. Allah SWT bersifat Qiyamuhu
binasihi / berdiri sendiri,
Allah
memiliki sifat wajib mukha-lafatu lil-hawa disi, artinya
Allah berbeda dengan semua yang baru (makhluk). Sifat mustahilnya atau lawannya
adalah mumasalatu lil hawadisi. yang berarti mustahil bagi
Allah serupa dengan makhluk-Nya.Allah berbeda dengan makhluk-Nya
dalam semua hal, baik zat, sifat,perbuatan, ucapan, dan sebagainya. Sebagai
pencipta, Allah pasti berbeda dengan ciptaan-Nya. Sebagai contoh, seorang
pembuat pesawat tidak mungkin sama dengan pesawat yang dibuatnya. Pembuat meja,
kursi, papan tulis, dan sebagainya pasti tidak sama dengan benda-benda
ciptaannya itu.
“ Allah, tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) melainkan Dia. yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus
makhluk-Nya” ( Q.S. Ali Imran
ayat 2 )
Apabila
Allah Ta’ala tidak berdiri dengan sendiriNya, berarti membutuhkan pertolongan dari
selain diri-Nya, maka IA
lemah, tidak sempurna dan
tidak Mahakaya, sama seperti makhluk. Bila Allah sama dengan makhluk
ciptaan-Nya, berarti IA
juga makhluk. Padahal yang demikian itu mustahil, sebab IA bersifat qidâm dan baqâ. Maka patut bagi
setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa berhajat dan faqir kepada
Allah Ta’ala
6. Allah SWT bersifat Wahdaniyah (
Esa )
Allah
bersifat wa.hd-aniyyah, artinya bahwa Allah Maha
Esa, tidak ada sekutu-Nya. Sifat mustahilnya adalah ta‘addud (
), yang berarti berbilang atau lebih dari satu. Keesaan Allah itu mutlak,
artinya Allah Esa dalam sifat dan perbuatan.Esa zat-Nya artinya tidak
karena hasil penjumlahan, perkalian, atau segala perhitungan dari macam-macam
unsur. Esa sifat-Nya berarti bahwa sifat-sifat kesempurnaan bagi Allah tidak
dapat dipersamakan dengan sifat-sifat yang ada pada Esa perbuatan-Nya, berarti
bahwa Allah adalah satu-satunya yang mengatur, menguasai, memelihara alam
beserta isinya, dan dalam perbuatannya tersebut tidak dicampuri oleh siapa pun
juga. Tentang keesaan Allah ini antara lain tertera dalam Al-Qur’an:
“
Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
( Q.S. Al Ikhlas ayat 1 – 4
Andai kata Tuhan itu
berbilang atau lebih dari satu , maka akan timbul perselisihan diantara
mereka atau berbeda faham, tentu
akan binasa alam semesta ini. Sebab yang satu ingin begini dan yang satu lagi
hendak begini pula. Oleh karena itu , mustahil pada akal bahwa , Tuhan yang mengatur alam ini tidak
Esa. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia melihat dengan mata
bathinnya kepada fi’il Allah Ta’ala dalam setiap kejadian
bahwa, itu tertib dari Allah Ta’ala
7. Allah SWT
bersifat Qudrat ( Kuasa )
Allah
bersifat qudrat, artinya Mahakuasa atau yang memiliki
kekuasaan.Kekuasaan Allah itu mahasempurna, tidak terbatas, dan mutlak.
Bahkan,kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki makhluk, sesungguhnya adalah
anugerah Allah. Jika Allah menghendaki kekuasaan yang ada pada makhluk tersebut
dicabut, maka saat itu juga akan hilang dan tidak ada seorang pun yang dapat
mencegah atau menghalangi kehendak Allah, sebagaimana firman-Nya:
Artinya: ”. . . . Sungguh Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 20).
Lawan
dari sifat qudrat atau sifat mustahilnya adalah ‘ajzun (
), yang artinya lemah. Allah Mahakuasa dan tidak mungkin lemah. Jika Allah
lemah,tentu tidak akan mampu menciptakan langit dan bumi beserta isinya yang
begitulengkap dan sulit. Jika Allah tidakMaha kuasa, bagaimana mungkin
dapatmenciptakan manusia hanya dari setetes air? Bagaimana mungkin
menciptakanberbagai jenis buah-buahan yang segar-segar, dan sebagainya?
Alam semesta dan isinya
adalah, ciptaan Allah
Ta’ala , sebagaimana keterangan yang lalu. Maka
sesungguhnya mustahil jika IA sendiri tidak menguasainya. Sebab andaikata Tuhan
lemah tidak berkuasa, tentu
tidak akan ada makhluk-Nya atau IA bukan Tuhan yang Maha berkuasa. Oleh karena
itu, mustahil menurut akal , jika Allah Ta’ala lemah dan wajib pada
akal bahwa, Allah Ta’ala
Maha Berkuasa untuk menciptakan sesuatu atau meniadakannya. Maka patut bagi
setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa tawaddlu’ tidak takabbur atau sombong bahkan ia sangat takut
kepada Allah Ta’ala yang Maha Kuasa
8. Allah
SWT bersifat Iradat ( Berkehendak )
Allah
bersifat ir-adat artinya mempunyai kehendak dan dapat
melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya. Sifat mustahilnya adalah karahah,
yang berarti terpaksa. Mustahil bagi Allah merasa terpaksa dalam melaksanakan
semua kehendak-Nya. Allah Maha Berkehendak, Dia pasti berbuat atas kehendak
sendiri tanpa ada kekuatan lain yang mampu memaksa-Nya. Manusia juga mempunyai
kehendak. Tetapi, untuk mencapai kehendak tersebut manusia sering dipengaruhi,
dibantu, bahkan ditentukan oleh pihak pihak lain. Yang pasti, kehendak dan
keinginan manusia berada di bawah kendali kehendak Allah. Allah-lah yang
menentukan apa yang terjadi atas diri manusia. Jika Allah menghendaki sesuatu
atas makhluk-Nya, maka pasti akan terjadi.
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia
menghendaki sesuatu hanyalah Berkata kepadanya: “Jadilah!” Maka terjadilah
ia.
( Q.S. Yasin ayat 82 )
Dalam
menciptakan sesuatu , Allah Ta’ala tetap menurut
kehendak-Nya. Demikian juga dalam menentukan atau memilih. Mustahil Allah
Ta’ala diatur atau dipaksa oleh kekuatan yang lain. Kalau Allah Ta’ala
dapat dipaksa atau diatur oleh kekuatan yang lain,maka Ia lemah dan
berarti Ia bukan tuhan. Oleh karena itu patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia
senantiasa bersyukur atas ni’mat Allah dan sabar atas ujianNya
9. Allah SWT bersifat Ilmu (
Mengetahui )
Allah
bersifat ‘ilmu, artinya Allah wajib bersifat pandai atau
mengetahui.Pengetahuan dan kepandaian Allah tidak terbatas. Allah mengetahui
segalanya, kecil besar, jauh dekat, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Sifat
mustahilnya adalah jahlun ( ), artinya mustahil Allah bersifat
bodoh. Jika Allah bersifat bodoh, tentu tidak akan mampu menciptakan
keteraturan alam. Allah yang menciptakan sesuatu, Dia pulalah yang mengatur dan
mengetahuinya.
Sesungguhnya
Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. dan Allah Maha melihat apa
yang kamu kerjakan. ( Q.S. Al Hujurat ayat 18 )
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al Baqarah : 29
وَهُـوَ بِـكُـلِّ
شَـيْءٍ عَـلِيْـمٌ
Artinya :“ Dan Dia, (Allah Ta’ala) itu Maha Mengetahui segala
sesuatu “.
Allah Ta’ala Maha Tahu segala sesuatu, Maha Tahu terhadap segala
yang telah diciptakan dan yang akan diciptakan, mustahil Allah
Ta’ala tidak mengetahui atau bodoh terhadap hal tersebut, sebab
kalau Allah Ta’ala bersifat bodoh, tidak tahu dan tidak berilmu, maka
IA tidak dapat menguasai dan tidak dapat mengatur alam ini. Apabila alam
semesta beserta isinya diperhatikan, maka mustahil menurut akal
bahwa, penciptanya adalah, Zat yang tidak berilmu atau
bodoh. Padahal manusia sebagi ciptaan-Nya saja memiliki ilmu , bahkan
ada yang sangat berilmu, apa lagi IA. Maka patut bagi setiap
mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia sangat takut untuk berbuat maksiat, sebab Allah
Ta’ala Maha Tahu segala hal dan perbuatannya.
10. Allah SWT bersifat Hayat ( Hidup
)
Allah
bersifat .hay-at, artinya hidup. Hidup Allah tidak
berpermulaan dan tidak berkesudahan. Dia tidak pernah mengantuk, tidak pernah
tertidur, apalagi mati. Itulah bedanya dengan hidupnya manusia. Allah hidup
dengan sendirinya, tanpa ada yang menghidupkan. Sedangkan manusia dihidupkan
oleh Allahdengan memberikannya nyawa. Sifat mustahil atau lawan dari sifat .hayat
adalah maut , yang berarti mati. Apabila Allah mati, maka
langit, bumi, bintang-bintang, serta yang lain pasti akan mengalami kekacauan,
saling bertabrakan dan sebagainya, sebab pengaturnya telah tiada. Allah tidak
pernah mati, Dia hidup selama-selamanya.
Allah,
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia yang hidup kekal lagi
terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. ( Q.S.
Al Baqarah ayat 255
Firman Allah Ta’ala Q.S.. Al-Baqarah
: 255
اللهُ لاَ إِلـهَ إِلاَّ هُـوَ
الْحَـىُّ الْقَـيُّـوْمُ
Artinya : “ Allah Ta’ala tiada Tuhan selain Dia yang Maha Hidup lagi
Maha Berdiri Sendiri “.
Kalau saja misalnya Allah Ta’ala itu merupakan Zat yang mati, niscaya
alam ini akan berantakan, sebab tidak ada yang mengendalikan.
Sedangkan sebuah mobil yang meluncur dengan supir mengantuk akan terjun ke
dalam jurang, apa lagi jika supirnya mati.
Demikian juga dengan alam yang luas ini ; matahari, bulan, bintang-bintang
dan planet-planet yang beredar di ruang angkasa, termasuk manusia, akan
hancur, jika yang mengaturnya mengantuk, apa lagi mati. Maka
patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia menyerahkan hidupnya kepada
Allah Ta’ala yang Maha Hidup
11.
Allah SWT bersifat Sama ( Mendengar )
Allah
wajib bersifat sama‘ artinya mendengar. Sifat mustahilnya
adalah summun,artinya tuli. Pendengaran Allah itu sempurna dan
tidak terbatas.Allah dapat mendengar semua jenis suara, baik yang
gaib maupun terang, baik yang dekat maupun jauh. Bahkan Allah dapat mendengar
bisikan hati manusia dan Allah-lah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui
(Q.S. Al Maidah : 76)
Pendengaran
Allah tidak sama dengan pendengaran manusia. Manusia mendengar dengan
menggunakan alat, yaitu telinga yang diberikan Allah. Tidak semua suara dapat
didengar oleh manusia. Sedangkan Allah mendengar dengan pendengaran-Nya yang
sempurna. Jika seluruh manusia yang ada di bumi secara bersamaan memohon kepada
Allah, maka semua permohonan tersebut pasti didengar-Nya, walaupun permohonan
itu hanya dengan bisikan batin.
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S..
An-Nisa’ : 184
وَكَـانَ اللهُ سَـمِـيْعًـا
عَـلِيْـمًـا
Artinya :“Dan adalah Allah Ta’ala itu Maha Mendengar dan Maha Mengetahui“.
Allah Ta’ala mempunyai sama’, yaitu pendengaran dan mustahil
tuli, sebab tuli adalah , sifat kekurangan. Allah
Ta’ala mustahil bersifat kekurangan, karena sifat kekurangan itu
adalah, sifat bagi zat baharu. Padahal kita yakin sepenuhnya bahwa, Allah
Ta’ala itu bukan baharu , sebaliknya Allah Ta’ala adalah, pencipta
segala yang baharu. Maka mustahil IA tuli , seperti yang
baharu itu. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia takut
dan waspada dalam berkata-kata, karena Allah Ta’ala Maha Mendengar segala
perkataan yang baik maupun yang buruk
12.
Allah SWT bersifat Basar
Allah
bersifat ba.sar, artinya Maha Melihat. Sifat
mustahilnya yaitu ‘umyun , yang berarti buta. Allah telah
menciptakan makhluk-Nya dapat melihat. Maka pastilah Dia sendiri mempunyai
sifat Maha Melihat. Segala sesuatu yang terjadi di alam ini tidak terlepas dari
penglihatan Allah. Oleh karena itu, manusia harus berhati-hati dalam berbuat.
Allah berfirman:
..”
Sesungguhnya dia Maha melihat segala sesuatu “ ( Q.S. Al Mulk ayat 19 )
Semua gerak gerik dari segala pekerjaan
manusia , dilihat oleh Allah Ta’ala,mustahil
IA buta, sebab buta adalah, sifat kekurangan. Padahal sifat
kekurangan adalah,sifat makhluk-Nya . Apabila Tuhan juga buta, maka IA adalah makhluk , padahal mustahil tuhan menjadi makhluk , sebagai mana yang diterangkan pada
awal kajian ini. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia tidak akan berbuat
dosa dan maksiat, sebab Allah Ta’ala Maha Melihat segala perbuatannya.
13.
Allah SWT bersifat Kalam
Allah
bersifat kal-am, artinya Allah mampu berfirman atau berbicara.
Sifat mustahilnya adalah bukmun, artinya bisu. Allah menciptakan
manusia di bumi agar mereka dapat mengolah dan memakmurkannya. Untuk
kepentingan ini, Allah telah menurunkan petunjuk dan pedoman bagi manusia
berupa wahyu seperti Al-Qur’an serta kitab-kitab lainnya.Inilah bukti bahwa
Allah memiliki sifat kal-am (berbicara).
Berbicaranya
Allah tentu tidak sama dengan cara berbicaranya manusia. Bagaimana Allah
berbicara? Hal itu berada di luar jangkauan kemampuan akal manusia. Yang jelas,
sebagai orang mukmin kita wajib meyakini kebenaran sifat Allah tersebut
..
Allah Telah berbicara kepada Musa dengan langsung ( Q.S. An Nisa : 164 )
Kalau
saja Allah Ta’ala bisu , tentu tidak dapat memerintah dengan
baik. Sedangkan sifat bisu adalah, sifat
kekurangan. Jika IA bisu, maka Bagaimana mungkin dapat berfirman
kepada para Rasul-Nya. Oleh sebab itu , sifat kalâm adalah, sifat kesempurnaan Allah Ta’ala
yang wajib lagi qadîm yang berdiri pada Zat-Nya. Maka patut bagi
setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa memperbanyak zikir dengan
harapan agar ia juga disebut Allah Ta’ala sebagai hambaNya.
14.
Kaunuhu Qâdiran. “ كَـوْنُـهُ
قَـادِرًا “
Artinya “Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Kuasa,“
maka mustahil dalam keadaan lemah, karena IA mempunyai sifat qudrat.
Dalilnya sama dengan dalil sifatqudrat.
15. Kaunuhu Murîdan, “ كَـوْنُـهُ مُـرِيْـدًا “
Artinya “ Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Menghendaki,”
atau Maha Menentukan, maka mustahil dalam keadaan terpaksa atau
tidak berkehendak,karena IA mempunyai sifat irâdat. Dalilnya
sama dengan dalil sifat irâdat.
16.
Kaunuhu ‘Âliman, “ كَـوْنُـهُ عَـالِـمًـا “
Artinya “Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Mengetahui.”
Maksudnya adalah, mustahil jahil (dalam keadaan tidak mengetahui).
Oleh karena, IA bersifat tahu dan dalam keadaan mengetahui.
Mustahil tidak tahu, apalagi dalam keadaan tidak mengetahui. Dalilnya
sama dengan dalil sifat ‘ilmu
17.
Kaunuhu Haiyan, “ كَـوْنُـهُ حَـيََّـا
“
Artinya “Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Hidup“, mustahil
Allah Ta’ala dalam keadaan mati. Sebab IA mempunyai sifat
hayât yang telah ada dan berdiri pada Zat-Nya, maka Zat tersebut
haiyun. Dalilnya sama dengan dalil sifat hayât.
18.
Kaunuhu Sami’an, “ كَـوْنَـهُ سَـمِـيْـعًا “
Artinya “ Zat Allah Ta’ala senantiasa dalam keadaan Maha Mendengar,”
maka mustahil dalam keadaan tuli atau tidak mendengar, karena Ia
mempunyai sifat sama’yang tetap ada pada zat-Nya. Dalilnya sama
dengan dalil sifat sama’
19. Kaunuhu
Basîran, “ كَـوْنُـهُ بَصِيْـرًا “
Artinya “ Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Melihat, “
maka mustahil dalam keadaan buta ataupun tidak melihat, karena Ia
mempunyai sifat bashar yang tetap berdiri pada Zat-Nya .
Dalilnya sama dengan sifat bashar.
20. Kaunuhu
Mutakalliman, “ كَـوْنُـهُ مُـتَـكَلِّمًـا
“
Artinya “ Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha
Bertutur Kata ,” maka mustahil Allah Ta’ala dalam keadaan
bersifat bisu atau tidak dapat bertutur kata, karena IA mempunyai
sifat kalâm. Dalilnya sama dengan sifat kalâm.
Sifat-Sifat Mustahil Bagi Allah
Sifat mustahil bagi
Allah SWT berarti sifat-sifat yang secara akal tidak mungkin dimiliki Allah
SWT. Sifat-sifat mustahil merupakan kebalikan dari sifat-sifat wajib bagi Allah
SWT. Sifat-sifat mustahil bagi Allah SWT jumlahnya sama dengan sifat-sifat
wajib bagi Allah yaitu sebanyak 20 ( dua puluh ) sifat, yaitu :
1. ‘Adam
Adam artinya tidak ada .
Alam semesta ini ada yang menciptakan yitu Allah SWT. Tidak mungkin
alam semesta ini terjadi dengan sendirinya. Tidak mungkin diciptakan oleh
manusia atau mahluk yang lain. Yang menciptakan adalah Allah. Maka mustahil
Allah SWT tidak ada (‘Adam) .
“Dan dialah yang menciptakan bagi kamu sekalian,
pendengaran, pengelihatan dan hati( tetapi) amat sedikitlah kamu bersyukur. Dan
Dia telah menciptakan dan mengembangbiakkan kamu di bumi dan kepadanNya-lah kamu
akan dihimpunkan. Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan dan Dialah
yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. Mengapa kamu tidak memahaminya?”.(Q.S.
Al-Mu’minun / 23 : 78-80 )
2. Huduts
Huduts artinya baru atau ada pemulaannya.
Setiap yang baru atau ada permulaannya akan selalu
didahului dengan tidak ada. Sesuatu yang tidak ada kemudian ada, pasti ada yang
membuat atau menciptakan. Maka mustahil Allah SWT bersifat Huduts, sebab
siapa yang menciptakan Allah SWT ? Setiap sesuatu yang Huduts pasti ada akhirnyasehingga tidak
ada lagi. Hal ini jelas
mustahil (tidak
mungkin) bagi Allah SWT.
"Dialah yang awal dan akhir, yang dhahir dan yang
bathin. Dan Dia maha
Mengetahui segala sesuatu”. ( QS. Al-Hadid / 57 : 3)
3. Fana’
Fana’
artinya rusak.
Mustahil Allah SWT yang mengendalikan seluruh alam
semesta yang amat rumit ini bersifat
fana’ (rusak).
”Semua yang ada dibumi akan binasa. Dan tetap kekal Dzat
tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”. (QS Ar-Rahman/55 : 26-27)
4. Mumastalatu lil
khawadist
Artinya
menyerupai yang baru atau makhluk. Manusia saja jika membuat barang tentu tidak bisa sama persis dengan dirinya. Tidak mungkin Allah yang
Maha Sempurna menciptakan mahlukNya sama dengan Dia sendiri.
”Dan tidak ada seorangpun yang sama dengan Dia (Allah)”. (QS Al-Ikhlas/112 : 4).
5. Ihtiyajuhu lighairihi.
Artinya membutuhkan sesuatu kepada selain dariNya.
Allah SWT adalah Maha Kaya. Mustahil Allah membutuhkan yang lain.
Allahlah yang menciptakan semua makhluk dan memberi nikmat kepada semua
makhluknya tetapi Dia tidak pernah mengharapkan imbalan.
”Dan Dialah yang Maha kaya sedangkan kamulah orang yang
membutuhkan-Nya”. (Q.S. Muhammad / 47 :
38 )
6. Ta’addud
Ta’addud artinya berbilang atau lebih dari satu.
Muastahil Allah lebih dari satu, sebab jika Allah ada dua
atau lebih, pasti akan terjadi perbedaan pendapat. Misalnya dalam pengaturan peredaran
planet-planet dan bintang-bintang. Bila terjadi perbedaan cara pengaturan
peredaran planet-planet dan bintang maka akan terjadi tabrakan. Kenyataannya
planet-planet dan bintang-bintang selalu teratur beredar menurut garis edarnya. Hal ini
menunjukkan bahwa hanya ada satu sumber pengaturnya yaitu Dzat Yang Maha Esa
Yaitu Allah SWT.
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain
Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang
mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan”. (QS al-Anbiyaa/21 : 22).
”Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwa
Allah itu salah seorang dari yang tiga padahal sekali-kali tidak ada tuhan
selain dan Tuhan Yang Maha Esa jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka
katakana itu, maka orang-orang kafir diantara mereka disentuh siksa yang
pedih”. (Al-Maidah :
73)
7. ‘Ajzun artinya
Lemah.
Manusia
mempunyai kekuatan pikiran dan fisik yang dengannya dapat memanfaatkan alam untuk meningkatkan taraf hidupnya.
Manusia adalah ciptaan Allah. Jika
manusia memiliki kekuatan apalagi Allah SWT, maka mustahil Allah bersifat
lemah.
“Dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah, baik
yang di langit maupun yang di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Kuasa”. (QS Fathir/35
: 44)
8. Karahah artinya terpaksa.
Allah SWT
melakukan sesuatu tanpa ada yang mempengaruhi secara terpaksa atau ada yang
memaksa. Tidak mungkin Allah Dzat yang maha berkehendak melakukan suatu
perbuatan atas dasar perintah pihak lain.
Maka mustahil Allah SWT bersifat Karahah (terpaksa), diperintah
atau diancam agar mau menjadikan sesuatu atau tidak menjadikan sesuatu.
"Sesungguhnya
Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap segala yang Dia kehendaki." (Q.S. Hud :
107).
9. Jahlun artinya Bodoh
Manusia diciptakan Allah masing-masing mempunyai keistimewaannya
sendiri-sendiri. Ini menunjukkan bahwa ilmu Allah sangat luas atau maha luas.
Allah SWT memberikan ilmu kepada manusia maka mustahil Allah SWT bersifat
Jahlun atau bodoh.
“Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan (oleh Allah)
melainkan hanya sedikit saja”.(QS Al Israa/17 : 85)
10. Mautun artinya
Mati.
Allah menghidupkan dan mematikan mahlukNya. Mahluk Allah
seperti manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan yang hidup karena kehendak Allah,
dan mustahil Allah sebagai penciptanya bersifat mautun atau mati sebab Allah
Maha Hidup.
”Allah tidak ada tuhan selain Dia yang maha hidup, kekal,
dan terus menerus mengurus ( mahlukNya ) tidak mengantuk dan tidak tidur”. (QS al-Baqarah/2 :
255).
11. Shamamun artinya tuli.
Allah mendengar setiap doa orang yang beriman walaupun
hanya berupa bisikan di dalam hati sebab Allah Maha Mendengar dan Maha
mengetahui. Oleh sebab itu mustahil kalau Allah bersifat Shamamun (tuli).
"Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Q.S. Al Baqarah/2 : 256).
12. ‘Umyun artinya Buta.
Manusia, binatang diciptakan oleh Allah dengan diberi indra
mata untuk melihat. Apalagi Allah yang Maha Melihat maka
mustahil juka Allah bersifat ‘umyun ( buta ).
“Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang
disembuyikan oleh hati. Sesungguhya Allah Dialah yang maha Mendengar Lagi Maha
Melihat”. (QSAl-Mu’min/ 19-20)
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang
Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha
mengetahui”. (QS Al
An’am/6 : 103).
13. Bukmun artinya
Bisu.
Allah SWT
menurunkan wahyu kepada para nabi, dari wahyu itu kemudian terhimpun kalamullah yang tertulis dalam kitabullah. Adanya al-Qur’an yang
berisi firman Allah membuktikan bahwa mustahil
Allah bersifat bukmun (bisu).
“Para
rasul itu kami lebihkan sebagian atas sebagaian yang lain. Di antaramereka ada yang
Allah bercakap-cakap (langsung dengannya) dan Allah meninggikan sebagian dari
mereka beberapa derajat”. (QS Al Baqarah/2 : 253).
14. ‘Aajizan
Áajizan artinya
maha lemah. Mustahil Allah bersifat Maha Lemah.
15. Mukrahan
Mukrahan artinya
Maha Terpaksa. Mustahil Allah bersifat Maha Terpaksa.
16. Jaahilan
Jahilan artinya
Maha Bodoh. Mustahil Allah bersifat Maha Bodoh.
17. Mayyitan
Mayyitan artinya
Maha Mati. Mustahil Allah bersifat Maha Mati.
18. Ashammu
Ashammu artinya
Maha Tuli. Mustahil Allah bersifat Maha Tuli.
19. A’ma
A’ma artinya
Maha Buta. Mustahil Allah bersifat Maha Buta.
20. Abkamu
Abkamu artinya
Maha Bisu. Mustahil Allah bersifat Maha Bisu.
Manfaat Beriman
Kepada Allah
Manfaat besar yang dapat kita petik karena beriman kepada Allah diantaranya
:
1.
menguatkan Tauhid kepada Allah sehingga seseorang yang
telah beriman kepada Allah tidak akan mengagungkan dirinya kepada sesuaatu
selain Allah, baik dengan cara berharap ataupun takut kepadanya, dan ia tidak
akan menyembah selain Allah.
2.
Sesorang akan mencintai Allah secara sempurna dan akan
mengagungkannya sesuai dengan nama-namanya yang baik dan sifat yang
mulia.
3.
mewujudkan penghambaaan diri kepada Allah yaitu dengan
melakukan apa yang diperintahkannya dan menjauhi apa yang dilarangya.
Fungsi Beriman Kepada Allah
Adapun fungsi beriman kepada Allah yang ketentuannya dalam sikap dan
kepribadian manusia sebagai berikut :
1.
Menyadari kelemahan diri di depan Allah
2.
Menyadari bahwa segala sesuatu yang dinikmati dalam
kehidupan ini berasal dari Allah SWT.
3.
Menyadari bahwa dirinya pasti akan kembali kepada Allah
dan dimintai pertanggung jawaban atas segala perbuatan yang pernah dilakukan.
4.
Sadar dan segera bertaubat apabila terjadi kekhilafab
dalam berbuat dosa dan segera memohon ampun serta bertaubat kepada Allah SWT
sebagaiman firman Allah Q.S Al-imran : 135.
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً
أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ
وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا
وَهُمْ يَعْلَمُونَ(135)
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap
dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada
Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka
mengetahui.
DAFTAR PUSTAKA
Mesan Alfat. Aqidah Akhlak. Semarang. Penerbit : CV Toha Putra.
1994.
Syekh Muhammad bin Shalih Al-Hukaimi. Sifat Allah dalam pandangan Ibn
Taimiyah. Jakarta. Penerbit : Pustaka Azzam. 2005
Aminuddin, H. Pardi yatim, M. Suyono dan Slamet Abidin. Pendidikan Agama
Islam. Jakarta. Penerbit : Bumi Aksara. 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar