a. Pengertian
Kontrol diri (mujahadah
al-nafs) adalah perjuangan sungguh-sungguh atau jihad melawan ego atau nafsu
pribadi. Perjuangan ini dilakukan karena nafsu-diri memiliki kecenderungan
untuk mencari pelbagai kesenangan, masa bodoh terhadap hak-hak yang harus ditunaikan,
serta mengabaikan terhadap kewajiban-kewajiban. Siapa pun yang gemar menuruti
apa saja yang diinginkan oleh hawa nafsunya, maka sesungguhnya ia telah
tertawan dan diperbudak oleh nafsunya itu. Hal inilah yang menjadi salah satu
alsan mengapa Nabi Saw menegaskan bahwa jihad melawan nafsu lebih dahsyat
daripada jihad melawan musuh (qital).
b. Dapat Melakukan Mujahadah an Nafs hanya karena hidayah Allah
Mujahadah al-nafs merupakan
perbuatan yang berat. Meskipun berat Allah menjanjikan jalan keluar bagi orang
beriman yang bersungguh-sungguh berjuang mengendalikan nafsunya. Sebagaimana
firman Allah : : “Orang-orang yang berjihad di jalan Kami,
pasti akan kami tunjukkan kepadanya jalan-jalan Kami…” (QS al-Ankabut: 69).
Imam Ibn al-Qayyim berkata: “Allah
menggantungkan hidayah dengan laku jihad. Maka orang yang paling sempurna
hidayah (yang diperoleh)-nya adalah dia yang paling besar laku jihadnya. Jihad
yang paling fardu adalah jihad melawan nafsu, melawan syahwat, melawan syetan,
melawan rayuan duniawi. Siapa yang bersungguh-sungguh dalam jihad melawan
keempat hal tersebut, Allah akan menunjukkan padanya jalan ridha-Nya, yang akan
mengantarkannya ke pintu surga-Nya. Sebaliknya, siapa yang meninggalkan jihad,
maka ia akan sepi dari hidayah…”
Di ayat lain, Allah menjelaskan
bahwa membebaskan nafsu merupakan karunia Allah, sebagaimana frimannya: “Dan aku tidak membebaskan nafs-ku, karena
sesungguhnya nafs itu selalu sangat menyuruh kepada keburukan, kecuali
nafs yang dirahmati Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyanyang.” (QS. Yusuf/12: 53).
Kalimat yang bergaris bawah
menunjukkan bahwa kita tidak akan sanggup mengendalikan diri, kecuali
mendapatkan rahmat dan kasih sayang Allah
c. Akibat mengikuti nafsu
Para pelaku tindak kriminal di
sekitar kita, seperti para koruptor, pemakai narkoba, pembunuh, misalnya,
adalah orang-orang yang gagal dalam laku mujahadah diri. Sebaliknya, mereka
justru menuruti segala keinginan dan syahwat diri, sehingga mereka tertawan dan
diperbudak olehnya. Mereka tidak pernah menyadari tentang buah kejahatan yang
akan datang menjelang, cepat atau lambat. Yang mereka pikirkan adalah bayangan
semu tentang kenikmatan sesaat dan instan. Na’udzu billah, semoga kita
dihindarkan cara pandang sedemikian.
d. Hikmah mujahadah an nafs
Ada beberapa hikmah yang dapat
diambil dari mujahadah an-nafs, yaitu:
a) Dapat
meminimalisasi akibat negatif dari perbuatan yang dilakukan, karena
dipertimbangkan dengan matang.
b) Berusaha
berbuat yang baik dan terbaik, sebaik perbuatan itu akan dipertanggungjawabkan
di hadapan Allah
c) Tidak
cepat bereaksi terhadap berbagai permasalahan yang timbul.
e. Cara Mujahadah an nafs
Ada empat cara melakukan mujahadah
an-nafs dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
1) Bersabar
atau menyisihkan waktu yang lebih lama untuk mengambil keputusan dari perbuatan
yang akan dilakukan.
Ketika seseorang
atau umat Islam dihadapkan kepada banyak tantangan dan kesulitan atau berposisi
minoritas, hendaklah bersabar. Sikap sabar akan membuka pikiran jernih yang
menjadi pembuka ide-ide brilian yang mengambil keputusan.
2) Memikirkan
akibat dari perbuatan yang kita lakukan.
Berpikir tentang akibat perbuatan
yang akan dilakukan dapat meminimalisasi hal-hal negatif dan penyesalan yang
akan ditimbulkan dari perbuatan tersebut. Bukankah setiap perbuatan sebenarnya
akan kembali kepada pelakunya sendiri? Allah Swt berfirman: “Jika kamu
berbuat baik, maka kamu berbuat baik kepada dirimu sendiri. Jika kamu berlaku
jahat, maka kamu berbuat jahat pada dirimu sendiri.” (QS Al-Isra: 7). Sebagian
ulama salaf menafsirkan ayat ini dengan berkata: “Sesungguhnya amal kebaikan
melahirkan cahaya di dalam kalbu, kesehatan pada badan, kecerahan pada wajah,
keluasan pada rizki, serta kecintaan dari segala makhluk. Sedangkan kejahatan,
sebaliknya, menciptakan kegelapan di hati, keringkihan di badan, kesuraman di
wajah, kesempitan pada rizki, serta kebencian dari hati segala makhluk.”
3) Berdzikir
kepada Allah
Berdzikir merupakan cara untuk
menyadarkan diri bahwa segala perbuatan kita dilihat dan dicatat oleh Allah
untuk dipertanggungjawabkan di akhirat. Dengan berdzikir iman akan bertambah,
membentengi godaan setan dan menjadi penyelamat dari neraka. Sebagaimana sabda
Nabi saw:
ذِكْرُ اللهِ عِلْمُ الإيمَانِ
وَبَرَائِهِ مِنَ النِّفَاقِ وَحُصِنَ مِنَ الشَّيْطَانِ وَحُرِزَ مِنَ
النِّيْرَانِ
“Dzikirullah itu (dapat membuka)
pengetahuan tentang keimanan, pembebasan dari kemuafikan, benteng dari syetan,
dan penyelamat dari neraka.” (Miftah al-Shudur).
Ibnu Atha’illah al-Sakandari dalam
al-Hikam-nya memberikan nasehat:
لا
تترك الذكر لعدم حضورك مع الله فيه، لأن غفلتك عن وجود ذكره أشد من غفلتك في وجود
ذكره
“Janganlah engkau meninggalkan
zikir karena engkau tidak hadir bersama Allah (tidak khusyuk), karena
kelalaianmu sambil tidak berzikir itu lebih dahsyat daripada kelalaianmu sambil
zikir kepada-Nya.”
4) Berdoa kepada Allah
Doa menjadi modal
spritual ketika dalam kesulitan. Inilah yang dicontohkan
Rasulullah, ketika beliau dilempari batu dan diusir dari Thaif, justru
beliau mendoakan penduduk thaif agar diberi hidayah oleh Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar