Senin, 11 Agustus 2014

Kontrol Diri (Mujahadah al-Nafs)

a.         Pengertian
Kontrol diri (mujahadah al-nafs) adalah perjuangan sungguh-sungguh atau jihad melawan ego atau nafsu pribadi. Perjuangan ini dilakukan karena nafsu-diri memiliki kecenderungan untuk mencari pelbagai kesenangan, masa bodoh terhadap hak-hak yang harus ditunaikan, serta mengabaikan terhadap kewajiban-kewajiban. Siapa pun yang gemar menuruti apa saja yang diinginkan oleh hawa nafsunya, maka sesungguhnya ia telah tertawan dan diperbudak oleh nafsunya itu. Hal inilah yang menjadi salah satu alsan mengapa Nabi Saw menegaskan bahwa jihad melawan nafsu lebih dahsyat daripada jihad melawan musuh (qital).

b.          Dapat Melakukan Mujahadah an Nafs hanya karena hidayah Allah
Mujahadah al-nafs merupakan perbuatan yang berat. Meskipun berat Allah menjanjikan jalan keluar bagi orang beriman yang bersungguh-sungguh berjuang mengendalikan nafsunya. Sebagaimana firman Allah : : “Orang-orang yang berjihad di jalan Kami, pasti akan kami tunjukkan kepadanya jalan-jalan Kami…” (QS al-Ankabut: 69).
Imam Ibn al-Qayyim berkata: “Allah menggantungkan hidayah dengan laku jihad. Maka orang yang paling sempurna hidayah (yang diperoleh)-nya adalah dia yang paling besar laku jihadnya. Jihad yang paling fardu adalah jihad melawan nafsu, melawan syahwat, melawan syetan, melawan rayuan duniawi. Siapa yang bersungguh-sungguh dalam jihad melawan keempat hal tersebut, Allah akan menunjukkan padanya jalan ridha-Nya, yang akan mengantarkannya ke pintu surga-Nya. Sebaliknya, siapa yang meninggalkan jihad, maka ia akan sepi dari hidayah…”
Di ayat lain, Allah menjelaskan bahwa membebaskan nafsu merupakan karunia Allah, sebagaimana frimannya: “Dan aku tidak membebaskan nafs-ku, karena sesungguhnya nafs itu selalu sangat menyuruh kepada keburukan, kecuali nafs yang dirahmati Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. Yusuf/12: 53).
Kalimat yang bergaris bawah menunjukkan bahwa kita tidak akan sanggup mengendalikan diri, kecuali mendapatkan rahmat dan kasih sayang Allah

c.       Akibat mengikuti nafsu
Para pelaku tindak kriminal di sekitar kita, seperti para koruptor, pemakai narkoba, pembunuh, misalnya, adalah orang-orang yang gagal dalam laku mujahadah diri. Sebaliknya, mereka justru menuruti segala keinginan dan syahwat diri, sehingga mereka tertawan dan diperbudak olehnya. Mereka tidak pernah menyadari tentang buah kejahatan yang akan datang menjelang, cepat atau lambat. Yang mereka pikirkan adalah bayangan semu tentang kenikmatan sesaat dan instan. Na’udzu billah, semoga kita dihindarkan cara pandang sedemikian.

d.          Hikmah mujahadah an nafs
Ada beberapa hikmah yang dapat diambil dari mujahadah an-nafs, yaitu:
a)        Dapat meminimalisasi akibat negatif dari perbuatan yang dilakukan, karena dipertimbangkan dengan matang.
b)        Berusaha berbuat yang baik dan terbaik, sebaik perbuatan itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah
c)        Tidak cepat bereaksi terhadap berbagai permasalahan yang timbul.

e.           Cara Mujahadah an nafs
Ada empat cara melakukan mujahadah an-nafs dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
1)        Bersabar atau menyisihkan waktu yang lebih lama untuk mengambil keputusan dari perbuatan yang akan dilakukan. 
Ketika seseorang atau umat Islam dihadapkan kepada banyak tantangan dan kesulitan atau berposisi minoritas, hendaklah bersabar. Sikap sabar akan membuka pikiran jernih yang menjadi pembuka ide-ide brilian yang mengambil keputusan.
2)        Memikirkan akibat dari perbuatan yang kita lakukan.
Berpikir tentang akibat perbuatan yang akan dilakukan dapat meminimalisasi hal-hal negatif dan penyesalan yang akan ditimbulkan dari perbuatan tersebut. Bukankah setiap perbuatan sebenarnya akan kembali kepada pelakunya sendiri? Allah Swt berfirman: “Jika kamu berbuat baik, maka kamu berbuat baik kepada dirimu sendiri. Jika kamu berlaku jahat, maka kamu berbuat jahat pada dirimu sendiri.” (QS Al-Isra: 7). Sebagian ulama salaf menafsirkan ayat ini dengan berkata: “Sesungguhnya amal kebaikan melahirkan cahaya di dalam kalbu, kesehatan pada badan, kecerahan pada wajah, keluasan pada rizki, serta kecintaan dari segala makhluk. Sedangkan kejahatan, sebaliknya, menciptakan kegelapan di hati, keringkihan di badan, kesuraman di wajah, kesempitan pada rizki, serta kebencian dari hati segala makhluk.”
3)        Berdzikir kepada Allah
Berdzikir merupakan cara untuk menyadarkan diri bahwa segala perbuatan kita dilihat dan dicatat oleh Allah untuk dipertanggungjawabkan di akhirat. Dengan berdzikir iman akan bertambah, membentengi godaan setan dan menjadi penyelamat dari neraka. Sebagaimana sabda Nabi saw:
 ذِكْرُ اللهِ عِلْمُ الإيمَانِ وَبَرَائِهِ مِنَ النِّفَاقِ وَحُصِنَ مِنَ الشَّيْطَانِ وَحُرِزَ مِنَ النِّيْرَانِ
Dzikirullah itu (dapat membuka) pengetahuan tentang keimanan, pembebasan dari kemuafikan, benteng dari syetan, dan penyelamat dari neraka.” (Miftah al-Shudur).
Ibnu Atha’illah al-Sakandari dalam al-Hikam-nya memberikan nasehat:
لا تترك الذكر لعدم حضورك مع الله فيه، لأن غفلتك عن وجود ذكره أشد من غفلتك في وجود ذكره
Janganlah engkau meninggalkan zikir karena engkau tidak hadir bersama Allah (tidak khusyuk), karena kelalaianmu sambil tidak berzikir itu lebih dahsyat daripada kelalaianmu sambil zikir kepada-Nya.”
4)        Berdoa kepada Allah
Doa menjadi modal spritual  ketika dalam kesulitan. Inilah yang dicontohkan Rasulullah,  ketika beliau dilempari batu dan diusir dari Thaif, justru beliau mendoakan penduduk thaif agar diberi hidayah oleh Allah.

Tidak ada komentar: